Senin, 24 Juni 2013

Etika dalam Manajemen Pajak

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Secara administratif, pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung (direct tax) dan pajak tidak langsung (indirect tax). 
Walaupun pajak ditetapkan melalui undang-undang, namun tidak semua wajib pajak rela membayar pajak. Para wajib pajak pun cenderung mencari cara lain agar terhindar dari kewajiban untuk membayar pajak atau agar mereka tetap bisa melaksanakan kewajiban mereka sebagai wajib pajak, namun mereka tidak dirugikan. 
Salah satu cara yang digunakan adalah perencanaan pajak (tax planning). Bila suatu transaksi tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak yang dimaksud dapat ditunda pembayarannya dan lain sebagainya.
Setiap wajib pajak atau konsultan pajak yang bermaksud akan melakukan penyelundupan pajak, hendaknya mempertimbangkan kemungkinan dikenakannya sanksi pidana terhadap perbuatannya, di samping kode etik profesinya bagi konsultan pajak dan etika praktik perpajakan bagi seorang wajib pajak. 

Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
SRTP Nomor 1:
"Secara umum, akuntan pajak perlu mempunyai suatu good-faith kepercayaan bahwa posisi keuntungan pajak direkomendasikan mempunyai suatu kemungkinan yang realistis secara administratif atau secara hukum didukung atas baik buruknya suatu tantangan."
SRTP Nomor 2:
"Seorang akuntan pajak perlu membuat suatu usaha yang layak untuk memperoleh informasi yang diperlukan dari seseorang wajib pajak”
SRTP Nomor 3: 
Kewajiban untuk menguji atau memverifikasi data pendukung, dapat mempercayakan kepercayaan dari wajib pajak untuk menyediakan informasi yang akurat, dan akuntan perlu membuat pemeriksaan yang layak apabila informasi yang disediakan oleh klien ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
SRTP Nomor 4:
Penggunaan estimasi: seorang akuntan pajak boleh menggunakan perkiraan wajib pajak untuk memperoleh data yang tepat.
SRTP Nomor 5:
Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan.
SRTP Nomor 6:
Kesalahan Pengetahuan: Apa yang harus dilakukan ketika seorang akuntan menyadari akan suatu kesalahan yang dilakukan pada laporan wajib pajak?  maka akuntan tersebut harus segera menginformasikan kesalahan tersebut kepada wajib pajak yang bersangkutan dan merekomendasikan tindakan koreksi.
SRTP Nomor 7:
Jika selama pembuatan laporan, akuntan mendeteksi adanya kesalahan, maka akuntan perlu meminta persetujuan wajib pajak untuk melakukan koreksi. Namun jika wajib pajak tidak menyetujui hal ini, wajib pajak dapat terkena sanksi administrasi karena terdapat kesalahan pada pelaporan pajaknya.
SRTP Nomor 8:
Seorang akuntan memiliki kewajiban untuk merekomendasikan nasihat atau saran bagi wajib pajak yang memerlukan dalam penyampaian laporan pajak mereka sebagai cerminan dari kemampuan profesional yang dimiliki oleh akuntan tersebut.

Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak, khususnya badan dalam bentuk tax avoidance, memang dimungkinkan atau dalam hal ini tidak bertentangan dengan undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, karena dianggap praktek-praktek yang berhubungan dengan tax avoidance lebih kepada pemanfaatan lubang-lubang atau celah-celah atau bisa juga kekosongan-kekosongan dalam undang-undang perpajakan. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak tidak bisa berbuat apa-apa –melakukan penuntutan secara hukum, meskipun praktek tax avoidance ini akan mempengaruhi penerimaan negara dari sektor pajak. Praktek tax avoidance ini sebenarnya suatu dilema bagi pemerintah, karena wajib pajak melakukan pengurangan jumlah pajak yang harus dibayar, tetapi dilakukan dengan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Strategi dalam Tax Planning
Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Sophar Lumbantoruan dalam bukunya akuntansi pajak ( 1996:489 ) yaitu :
  • Pergeseran pajak (shifting), ialah pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian, orang atau badan yang dikenakan pajak mungkin sekali tidak menanggungnya.
  • Kapitalisasi, ialah pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli. 
  • Transformasi, ialah cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.
  • Tax Evasion, ialah penghindaran pajak dengan menlanggar ketentuan peraturan perpajakan.
  • Tax Avoidance, ialah penghindaran pajak dengan menuruti peraturan yang ada.

Sumber: Berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar