Pembeli dalam menentukan keputusan investasinya umumnya mengandalkan informasi tentang perusahaan yang diberikan oleh pengurus perusahaan yaitu direktur dan komisaris. Untuk memastikan akurasinya, maka informasi tersebut juga diverifikasi oleh akuntan, analis, konsultan hukum, otoritas bursa, dan Badan Pengawas Pasar Modal. Dengan ketatnya pengawasan atas informasi seperti ini, apakah menjamin bahwa pasar modal telah bebas dari pelanggaran, baik pelanggaran regulasi maupun pelanggaran etika?
Bernard Black, Profesor Hukum di Northwestern University Amerika Serikat, pernah menulis bahwa eksistensi pasar modal dengan satu dan lain hal merupakan sebuah keajaiban karena investor bersedia menyerahkan bagian (besar) uangnya untuk membeli hak tak berwujud, dengan nilai atas hak itu sangat ditentukan oleh kualitas informasi yang diberikan oleh penjual hak tersebut. Dengan kata lain, nilai atas hak tersebut ditentukan oleh kejujuran penjual tentang hal itu.
Kita perlu memberikan penekanan pada sebuah kata kunci yang melandasi kegiatan di pasar modal: kejujuran. Saat ini telah terjadi reduksi mengenai makna kejujuran di pasar modal. Kejujuran dianggap sama dan sebangun dengan keterbukaan (disclosure). Padahal, keduanya merupakan sebuah sikap yang berada pada kuadran berbeda. Keterbukaan hanya menyangkut prosedur, sesuatu yang sifatnya legalitas formal, sementara kejujuran mencakup sebuah sikap mental dan nilai-nilai etika.
Masalah etika ini perlu kita angkat sebagai pusat perhatian karena sebuah pasar, seperti pasar modal Indonesia, tidak hanya perlu menyandarkan diri kepada aspek legal semata, tapi juga pada etika. Sebuah bursa yang kehilangan etika akan kehilangan kredibilitasnya.
ETIKA BAGI EMITEN
Dalam menanamkan dana, investor menilai kondisi dan kinerja perusahaan. Untuk itulah informasi yang menggambarkan kondisi dan kinerja emiten menjadi hal yang sangat krusial dalam pasar modal. Dengan posisinya sebagai pihak yang pasif dan tidak mengetahui secara detail seluk-beluk perusahaan, investor berpotensi menjadi pihak yang dirugikan dalam kaitannya dengan keandalan informasi. Untuk itulah, pemerintah melalui Bapepam-LK melindungi kepentingan investor melalui aturan-aturan, salah satunya adalah Undang-Undang yang mengatur mengenai pasar modal di Indonesia adalah UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Meskipun telah dilindungi dengan aturan, investor masih merupakan pihak yang berpotensi dirugikan. Hal ini disebabkan karena banyak celah yang belum diatur oleh peraturan dan sifat dari akuntansi yang memiliki berbagai alternatif dalam menyajikan kondisi atau aktivitas ekonomi emiten. Dengan sifat akuntansi yang demikian, maka laporan keuangan yang dihasilkan juga dapat disajikan dengan berbagai pendekatan. Emiten sebagai pengelola dana tidak boleh sekedar memenuhi batasan-batasan yang tertuang dalam aturan. Emiten harus mengutamakan kepentingan investor meskipun tidak diatur dalam aturan. Dalam hal ini kepentingan investor adalah laporan keuangan yang handal dan relevan.
Terkait dengan penyajian laporan keuangan, Bapepam-LK mewajibkan emiten untuk menyerahkan laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan triwulanan. Laporan keuangan tahunan wajib diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Bapepam-LK. Sedangkan laporan keuangan triwulanan tidak wajib diaudit.
Fungsi dari audit yang dilakukan oleh akuntan publik adalah untuk meningkatkan keandalan informasi dalam laporan keuangan. Setiap upaya emiten untuk menyajikan informasi yang bersifat menyesatkan akan diminimalisir dan dikoreksi oleh akuntan publik, sehingga investor dapat menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan investasi. Karena hanya laporan keuangan tahunan yang diwajibkan untuk diaudit, maka terdapat celah bagi emiten untuk menyajikan informasi yang tidak semestinya dalam laporan triwulanan.
Meskipun pada periode audit akan dikoreksi oleh akuntan publik, investor telah menyajikan informasi yang tidak semestinya selama tiga triwulan. Dalam periode tiga triwulan tersebut, investor berpotensi membuat keputusan yang tidak efisien terkait alokasi modal yang dimiliki sebagai akibat dari laporan keuangan triwulanan yang disajikan oleh emiten. Dampak negatif dari pembuatan keputusan yang tidak efisien tersebut akan terakumulasi pada kuartal ke empat setelah laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh akuntan publik disajikan.
Dengan memperjualbelikan sahamnya pada bursa, secara langsung manajemen memiliki kepentingan terhadap harga saham. Perusahaan yang dianggap memiliki kinerja baik oleh para investor akan diapresiasi ke dalam peningkatan harga saham, dan peningkatan harga saham tersebut merupakan salah satu dasar yang digunakan untuk memberikan kompensasi kepada manajemen perusahaan. Adanya kepentingan tersebut membuat manajemen emiten melakukan tindakan-tindakan yang mampu meningkatkan harga saham perusahaan dengan cara yang tidak beretika, yang pada akhirnya akan menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan para investor. Beberapa macam praktik penyimpangan yang terjadi pada pasar modal:
1. Penipuan
Penipuan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 90 huruf c, adalah: membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan memengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. Larangan tersebut ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam perdagangan efek, bahkan turut serta melakukan penipuan pun tak lepas dari jerat pasal ini. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penipuan diatur dalam pasal 378 tentang penipuan.
2. Manipulasi Pasar
Manipulasi pasar menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 91 adalah, tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak secara langsung maupun tidak dengan maksud untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di bursa efek. Otoritas pasar modal mengantisipasi setiap pihak yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam hal modal dan teknologi atau sarana yang kemungkinan bisa melakukan penggambaran sedemikian rupa sehingga pasar memahami dan merespon gambaran tersebut sebagai suatu hal yang benar. Manipulasi pasar yang terjadi di pasar modal antara lain:
a) Insider Trading
Insider trading merupakan perdagangan efek yang dilakukan oleh orang dalam perusahaan, dimana perdagangan efek tersebut didasarkan karena adanya informasi dari orang dalam perusahaan yang penting dan mengandung fakta material. Umumnya para pelaku insider trading mengharapkan keuntungan ekonomi. Orang-orang yang menempati posisi tersebut disebut sebagai insiders sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 95 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah:
- Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud
- Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan.
Dijelaskan dalam penjelasan Pasal 95 yang dimaksud dengan “orang dalam” dalam termasuk:
- Komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik.
- Pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik.
- Orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam.
- Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas.
b) Marking the close
Marking the close yaitu tindakan merekayasa harga permintaan atau penawaran Efek pada saat atau mendekati saat penutupan perdagangan dengan tujuan membentuk harga efek atau harga pembukaan yang tinggi pada hari perdagangan berikutnya.
c) Painting the tape
Painting the tape yaitu kegiatan perdagangan antara rekening efek satu dengan rekening efek lain yang masih berada dalam penguasaan satu pihak atau mempunyai sedemikian rupa sehingga tercipta perdagangan semu.
d) Cornering the market
Cornering the market yaitu membeli efek dalam jumlah besar sehingga dapat menguasai pasar (menyudutkan pasar).
e) Pools
Pools yaitu penghimpunan dana dalam jumlah besar oleh sekelompok investor dimana dana tersebut dikelola oleh broker atau seseorang yang memahami kondisi pasar. Manager dari pools tersebut membeli saham suatu perusahaan dan menjualnya kepada anggota kelompok investor tersebut untuk mendorong frekuensi jual beli Efek sehingga dapat meningkatkan harga Efek tersebut.
f) Wash Sale
Wash Sale yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual yang tidak menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya (beneficiary of ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya untuk membentuk harga naik, turun atau tetap dengan memberi kesan seolah-olah harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk memberi kesan bahwa Efek tersebut aktif diperdagangkan.
Kasus Marking The Close PT Finan Corpindo Nusa
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan sanksi kepada PT Finan Corpindo Nusa. Sanksi diberikan karena berdasarkan hasil pemeriksaan otoritas bursa terhadap transaksi saham PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI) periode Januari-Agustus 2009, Finan Corpindo melakukan marking the close. Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Uriep Budhi Prasetyo dalam penjelasan tertulis bursa di Jakarta, Selasa 10 November 2009 mengatakan, marking the close itu dilakukan untuk menciptakan harga agar penutupan saham Ratu Prabu berada pada tingkat tertentu. Ketika dikonfirmasi, Direktur Utama Finan Corpindo Nusa Edwin Sinaga mengatakan, pihaknya sudah memberikan penjelasan kepada BEI terkait temuan bursa mengenai pembentukan harga yang tidak sesuai mekanisme pasar tersebut.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Wan Wei Yiong, mengatakan pihaknya telah bertemu dengan pihak Finan Corpindo tersebut. Selanjutnya, bursa juga memberikan sanksi dengan mengumumkan di keterbukaan informasi bahwa perseroan telah melakukan marking the close. Menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari pembinaan, walau demikian dia menuturkan jika pihaknya tidak mengenakan sanksi denda atas kasus tersebut. Selain dipaparkan ke publik, pihaknya juga akan melaporkan ke Bapepam.
Kasus Penipuan PT Sarijaya Permana
Kasus Sarijaya Permana Sekuritas awalnya terjadi dari tindakan presiden komisaris dan pemilik tunggalnya yang secara ilegal menggunakan dana yang dimiliki oleh 8.700 nasabahnya sebesar 245 milyar Rupiah untuk membeli saham dan memberi pinjaman dana melalui 17 rekening baru yang fiktif. Pada intinya, dana nasabah yang seharusnya dibelikan saham sesuai instruksi para nasabah dan dicatat oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) justru digunakan oleh pemilik Sarijaya Sekuritas untuk melakukan transaksi pribadinya. Rekening itu digunakan Herman Ramli yang merupakan Komisaris Utama untuk melakukan transaksi jual/beli saham di bursa efek. Namun, karena dana dalam rekening 17 nasabah nominee ini tidak mencukupi untuk melakukan transaksi, maka Herman meminta Lanny Setiono (stafnya) untuk menaikkan batas transaksi atau Trading Available (TA). Lalu, Lanny menindak-lanjutinya dengan memerintahkan bagian informasi dan teknologi (IT) untuk memproses kenaikan TA 17 nasabah nominee tersebut.
Tapi, untuk menaikkan TA, sebelumnya harus mendapat persetujuan dari para direksi Sarijaya, yaitu Teguh, Zulfian, dan Yusuf Ramli, Direktur Utama Sarijaya. Walau mengetahui dana yang terdapat pada rekening ketujubelas nasabah nominee tidak mencukupi, para direksi tetap memberikan persetujuan untuk menaikkan TA. Sehingga, Herman dapat melakukan transaksi jual/beli saham di bursa efek. Padahal, transaksi yang dilakukan Herman, tanpa sepengetahuan atau order dari para nasabah.
Selama kurang lebih enam tahun, Herman melakukan transaksi jual/beli saham dengan menggunakan rekening ketujuhbelas nasabah nominee. Dan untuk membayar transaksi itu, Herman medebet dana 13074 nasabah yang tersimpan di main account Sarijaya Apabila diakumulasikan, pemilik 60 persen saham perusahaan sekuritas (Sarijaya) ini telah mempergunakan dana sekitar Rp214,4 miliar, termasuk di dalamnya modal perusahaan sebesar Rp5,77 miliar. Oleh karena itu, Herman dianggap telah melakukan tindak pidana penggelapan/penipuan, dan pencucian uang yang merugikan 13074 nasabah Sarijaya sekitar Rp235,6 miliar.
ETIKA BAGI INVESTOR
Dalam melakukan investasi di pasar modal kebanyakan investor mencari dan memfokuskan perhatiannya terhadap investasi yang aman dan menjanjikan keuntungan yang tinggi, hanya sedikit yang memperhatikan investasi yang beretika. Apabila investor akan melakukan investasi yang berdasar etika, hendaklah perhatian utamanya ditujukan kepada produk dan jasa perusahaan tersebut. Misalnya, jangan melakukan investasi di perusahaan yang memproduksi bahan-bahan yang mengakibatkan penyakit atau merusak lingkungan. Selanjutnya, memperhatikan bagaimana dana yang diperoleh perusahaan tersebut disalurkan, misalnya investasi di reksadana dapat menjadi investasi yang tidak beretika apabila dana yang dihimpun diinvestasikan di perusahaan- perusahaan yang produksinya mengakibatkan penyakit atau merusak lingkungan.
Bagi investor yang tidak aktif menjalankan bisnis itu sendiri terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan yaitu:
1. Pendekatan Negatif
Pendekatan negatif ini disebut juga teori penghindaran, di mana para investor yang beretika, akan menghindari investasi di bidang atau perusahaan yang tidak disukainya, atau bertentangan dengan prinsip etika bisnis yang dianutnya atau juga melakukan kegiatan bisnis di bidang-bidang yang melanggar ketentuan lingkungan, produksi zat kimia yang berbahaya, produksi senjata, atau melakukan investasi di negara-negara yang melakukan pelanggaran hak-hak asasi manusia.
2. Pendekatan Positif
Dalam hal ini para investor hanya akan melakukan investasi pada bidang usaha atau bisnis yang sesuai dengan etika bisnis yang dianutnya. Dalam penerapannya investor dapat menyusun daftar perusahaan atau bidang bisnis yang dipandang sesuai dengan etika bisnis yang umum.
3. Pendekatan Aktif
Dengan pendekatan ini para investor akan melakukan investasi di bidang bisnis yang menurutnya tidak sesuai dengan etika bisnis yang umum dianut, dan dalam melakukan investasi di bidang itu terkandung tujuan untuk mengambil alih kontrol terhadap perusahaan tersebut untuk selanjutnya melakukan perubahan agar perusahaan tersebut menjalankan bisnis sesuai dengan etika bisnis yang umum.
Praktik-praktik tidak terpuji di industri pasar modal memiliki sejumlah konsekuensi:
- Kerugian pemodal atau investor, terutama investor berskala menengah ke bawah, yang dirugikan dengan aksi manipulatif.
- Jika praktik-praktik tidak terpuji tersebut berlangsung terus menerus tanpa ada sistem yang mampu mendominasi dan membongkarnya, penetrasi industri pasar modal akan semakin lamban.
Masyarakat akan semakin takut dan ragu untuk berinvestasi di pasar modal jika aksi manipulatif masih terus terjadi. Harus menjadi catatan bersama bahwa dalam berbagai kasus pelanggaran di industri pasar modal, kerugian yang dialami investor bukanlah bagian dari risiko investasi. Praktik penipuan atau penggelapan dana nasabah, misalnya, tentu tidak masuk dalam risiko investasi yang dipikirkan investor sebelum memutuskan untuk menaruh dananya pada produk investasi tertentu. Apa yang terjadi dalam sejumlah kasus di sektor finansial tanah air yang menyita perhatian publik dewasa ini adalah risiko di luar lingkup investasi. Sehingga, berbagai pelanggaran itu harus diusut sampai tuntas, sampai ke akar-akarnya. Setelah semuanya tuntas, habitus baru industri pasar modal harus dibentuk dengan landasan etika bisnis yang kuat agar tak ada lagi aksi manipulasi yang merugikan pada masa mendatang. Pasar modal yang kuat dan menjanjikan adalah industri pasar modal yang menyuburkan etika bisnis.
Contoh Kasus produk investasi reksadana fiktif
Contoh kasus yang menjadi perhatian publik adalah produk investasi reksadana fiktif yang menyeret tiga institusi, PT Antaboga Delta Sekuritas, PT Bank Century Tbk (BCIC), dan PT Signature Capital Securities. Investasi reksadana fiktif tersebut menyebabkan nasabah mengalami kerugian. Produk investasi fiktif yang dijual melalui Bank Century ini menunjukkan bahwa ada unsur ketidakjujuran yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, etika dalam berbisnis telah ditinggalkan hanya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara bahkan cara yang tidak jujur dan tidak memperdulikan pihak-pihak yang dirugikan akibat tindakan mereka. Kasus pelanggaran etika tersebut tidak hanya terjadi sekali saja tetapi sudah berulang kali dan tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain. Selain itu, adanya aksi penggelapan dana nasabah PT Sarijaya Permana Sekuritas semakin menyita perhatian publik. Kasus-kasus ini belum termasuk aksi penggorengan saham dan naked short selling yang diduga menyebabkan bursa saham minus besar-besaran hingga perdagangannya sempat dihentikan sementara pada tahun lalu.
Sumber: berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar