Sabtu, 23 Maret 2013

Pengantar dan Konsep Dasar

1.1  OVERVIEW TENTANG FUNGSI ATESTASI, ASSURANCE, DAN AUDIT
Atestasi adalah komunikasi tertulis yang mencerminkan suatu kesimpulan tentang keandalan dari suatu asersi yang menjadi tanggungjawab pihak lain. Jasa Atestasi merupakan jasa yang mengeluarkan komunikasi tertulis yang menyatakan suatu kesimpulan  tentang keandalan asersi tertulis yang menjadi tanggungjawab manajemen.
Assurance adalah jasa profesional yang diberikan oleh pihak independen yang dapat memperbaiki kualitas informasi, atau suatu makna untuk pengambilan suatu keputusan.
Auditing adalah suatu proses sistematik tentang pengumpulan dan evaluasi bukti yang objektif dari suatu asertasi tentang kegiatan ekonomi dengan tujuan pelaporan perbedaan antara asertasi dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.

1.2  PROSES AUDIT
Proses audit terdiri dari:
1.      Perencanaan dan perancangan pendekatan Audit
2.      Pengujian atas pengendalian dan pengujian subtantif atas transaksi
3.      Pelaksanaan prosedur analisis dan pengujian terinci atas saldo
4.      Penyelesaian audit dan penerbitan laporan audit

1.3  STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI). Tipe Standar Profesional ada lima, yaitu:
  1. Standar Auditing, adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis.
  2. Standar Atestasi. Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi (1) pemeriksaan (examination), (2) review, dan (3) prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures)
  3. Standar Jasa Akuntansi dan Review, memberikan rerangka untuk fungsi non-atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review
  4. Standar Jasa Konsultansi, merupakan panduan bagi praktisi (akuntan publik) yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi.
  5. Standar Pengendalian Mutu, memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI.

1.4  INTERNATIONAL STANDARDS ON AUDITING
International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) merupakan badan yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan pembuat standar auditing dan assurance. Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga kategori, yaitu:
  1. Standar audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari dua standar yaitu : International Standard on Auditings (ISAs), dan International Standard on Review Engagement (ISREs).
  2. Standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan keuangan historis. Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan International Standard Assurance Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih praktisnya, IAASB telah menerbitkan International Assurance Engagement Practice Statements (IAEPS).
  3. Standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan International Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada penugasan kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain.

1.5 ASERSI LAPORAN KEUANGAN
Asersi merupakan pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Laporan keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu, atau perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama satu periode tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Asersi-asersi laporan keuangan di bagi menjadi lima yaitu:
1.      Asersi Keberadaan atau Keterjadian
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang satuan usaha ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
2.      Asersi Kelengkapan
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi atau semua rekening yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya.
3.      Asersi Hak dan Kewajiban
Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
4.      Asersi Penilaian dan Pengalokasian
Asersi tentang penilaian dan pengalokasian berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.
5.      Asersi Penyajian dan Pengungkapan
Asersi tentang penilaian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya.

1.2  RISIKO AUDIT
Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin besar keinginan auditor untuk menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan bisa diterima. Auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atas dasar bukti yang ia peroleh melalui pemeriksaan atas asersi-asersi yang berhubungan dengan setiap saldo rekening atau kelompok transaksi. Risiko audit memiliki tiga komponen, yaitu:
1.      Risiko Bawaan (Inherent Risk)
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo rekening atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji yang material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait.
2.      Risiko Pengendalian (Control Risk)
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern satuan usaha. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada
karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
3.      Risiko Deteksi (Detection Risk)
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Berbeda dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian, tingkat risiko deteksi sesungguhnya bisa diubah oleh auditor dengan memodifikasi  sifat, saat, dan luas pengujian substantif yang dilakukan untuk setiap asersi.
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya adit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Komponen risiko audit ini dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk persentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar, misalnya, dari minimum sampai dengan maksimum.

1.3  MATERIALITAS
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai besarnya suatu  penghilangan atau salah saji informasi akuntansi  yang dipandang dari keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh penghilangan atau salah saji tersebut.
Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus mempertimbangkan materialitas pada dua tingkatan, yaitu:
1.      Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Materialitas laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus mempertimbangkan tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
2.      Materialitas pada Tingkat Saldo Rekening
Materialitas saldo rekening adalah minimum salah saji yang bisa ada pada suatu saldo rekening yang dipandang sebagai salah saji material. Auditor harus mempertimbangkan tingkat saldo rekening karena auditor melakukan verifikasi atas saldo-saldo rekening untuk dapat memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran laporan keuangan.

1.4  KESALAHAN DAN FRAUD
Kecurangan (fraud) berbeda dengan kesalahan (error). Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam pengelolaan transaksi terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debit kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan dimana dilakukan secara tidak sengaja. Apabila kesalahan dilakukan dengan sengaja, maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan (fraud). Kecurangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:
1.      Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan
2.      Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan
3.      Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.

1.5  TINDAKAN MELAWAN HUKUM
Tindakan pelanggaran hukum berarti pelanggaran terhadap hukum atau peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Unsur tindakan melanggar hukum oleh klien adalah unsur tindakan pelanggaran yang dapat dihubungkan dengan entitas yang laporan keuangannya diaudit, atau tindakan manajemen atau karyawan yang bertindak atas nama entitas. Pengertian unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien tidak termasuk pelanggaran perorangan yang dilakukan oleh manajemen dan karyawan entitas yang tidak berkaitan dengan kegiatan bisnis entitas.
Tindakan melanggar hukum yang dikaitan dengan laporan keuangan sangat bervariasi. Pada umumnya semakin jauh unsur pelanggaran hukum terpisah dari kejadian dan transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan, semakin kecil kemungkinan auditor menyadari atau mengenali adanya unsur tindakan pelanggaran hukum tersebut. Auditor biasanya mempertimbangkan hukum dan peraturan yang dipahaminya sebagai hal yang memiliki pengaruh langsung dan material dalam penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan. Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan salah saji sebagai akibat adanya unsur tindakan pelanggaran hukum yang berdampak langsung dan material terhadap penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan adalah sama dengan tanggung jawab auditor untuk mendeteksi adanya salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Jika auditor mengetahui akan adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum, maka ia harus berusaha memperoleh informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran, dan informasi lain yang cukup mengevaluasi dampak unsur pelanggaran terhadap laporan keuangan. Jika dimungkinkan, auditor harus memperoleh keterangan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi daripada tingkat manajemen pelaku unsur tindakan pelanggaran hukum. Jika manajemen tidak berhasil memberikan informasi dan keterangan yang memuaskan tentang terjadi atau tidaknya unsur tindakan pelanggaran hukum, maka auditor harus:
  1. Melakukan konsultasi dengan penasihat hukum klien atau ahli lain tentang penerapan hukum dan peraturan relevan dengan kondisi yang dihadapi sekaligus mengantisipasi dampaknya terhadap laporan keuangan. Pertemuan konsultasi dengan penasihat hukum klien harus dengan sepengetahuan dan persetujuan klien.
  2. Menerapkan prosedur tambahan, jika diperlakukan, untuk memperoleh pemahaman lebih baik tentang sifat pelanggaran.
Jika auditor berhasil menyimpulkan, yang didasarkan atas informasi yang diperolehnya dan dari konsultasi dengan penasihat hukum, bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum mungkin telah terjadi, maka auditor harus mempertimbangkan dampak pelanggaran tersebut terhadap laporan keuangan demikian juga implikasinya terhadap aspek-aspek audit yang lain.

Sumber: Berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar