KOMUNIKASI DENGAN AUDITOR TERDAHULU (SEBELUM PENUNJUKAN)
Perubahan Auditor
Auditor harus tidak menerima suatu perikatan sampai komunikasi sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 07 s.d. 10 dievaluasi. Namun, auditor dapat membuat proposal untuk perikatan audit sebelum melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu. Auditor dapat memberitahu calon kliennya (sebagai contoh, dalam proposal) bahwa penerimaan perikatan belum bersifat final sampai komunikasi dengan auditor pendahulu dievaluasi.
Komunikasi lain antara auditor pengganti dengan auditor pendahulu, yang dijelaskan dalam paragraf 11, adalah dianjurkan untuk membantu auditor pengganti dalam merencanakan perikatan. Namun, waktu komunikasi lain ini lebih fleksibel. Auditor pengganti dapat berinisiatif melakukan komunikasi lain ini, sebelum menerima perikatan. atau sesudahnya.
Bila terdapat lebih dari satu auditor yang mempertimbangkan untuk menerima suatu perikatan, auditor pendahulu harus tidak diharapkan menanggapi permintaan keterangan sampai dengan auditor pengganti telah dipilih oleh calon klien dan telah menerima perikatan yang memerukan evaluasi komunikasi dengan auditor pendahulu sebagaimana diatur dalam paragraf 07 s.d 10 Seksi ini.
Inisiatif untuk mengadakan komunikasi terletak di tangan auditor pengganti. Komunikasi dapat tertulis atau lisan. Baik auditor pendahulu maupun auditor pengganti harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh satu sama lain. Kewajiban ini tetap berlaku tanpa memperhatikan apakah auditor pengganti akan menerima perikatan atau tidak.
Komunikasi Sebelum Auditor Pengganti Menerima Perikatan
Permintaan keterangan kepada auditor pendahulu merupakan suatu prosedur yang perlu dilaksanakan, karena mungkin auditor pendahulu dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada auditor pengganti dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan perikatan. Auditor pengganti harus selalu memperhatikan antara lain, bahwa auditor pendahulu dan klien mungkin berbeda pendapat tentang penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau hal-hal signifikan yang serupa.
Auditor pengganti harus meminta izin dari calon klien untuk meminta keterangan dari auditor pendahulu sebelum penerimaan final perikatan tersebut. Kecuali sebagaimana yang diperkenankan oleh Kode Etik Akuntan Indonesia, seorang auditor dilarang untuk mengungkapkan informasi rahasia yang diperolehnya dalam menjalankan audit tanpa secara khusus memperoleh persetujuan dari klien. Oleh karena itu, auditor pengganti harus meminta persetujuan calon klien agar mengizinkan auditor pendahulu untuk memberikan jawaban penuh atas permintaan keterangan dari auditor pengganti. Apabila calon klien menolak memberikan izin kepada auditor pendahulu untuk memberikan jawaban atau membatasi jawaban yang boleh diberikan, maka auditor pengganti harus menyelidiki alasan-alasan dan mempertimbangkan pengaruh penolakan atau pembatasan tersebut dalam memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan dari calon klien tersebut.
Auditor pengganti harus meminta keterangan yang spesifik dan masuk akal kepada auditor pendahulu mengenai masalah-masalah yang menurut keyakinan auditor pengganti akan membantu dalam memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan. Hal-hal yang dimintakan keterangan harus mencakup:
a. Informasi yang kemungkinan berkaitan dengan integritas manajemen.
b. Ketidaksepakatan dengan manajemen mengenai penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau soal-soal signifikan yang serupa.
c. Komunikasi dengan komite audit' atau pihak lain dengan kewenangan dan tanggung jawab setara tentang kecurangan, unsur pelanggaran hukum oleh klien, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengendalian intern ²
d. Pemahaman auditor pendahulu tentang alasan penggantian auditor.
Auditor pengganti dapat mempertimbangkan permintaan keterangan layak yang lain.
Auditor pendahulu harus memberikan jawaban dengan segera dan lengkap atas pertanyaan yang masuk akal dari auditor pengganti, atas dasar fakta-fakta yang diketahuinya. Namun, jika ia harus memutuskan untuk tidak memberikan jawaban yang lengkap, karena keadaan yang luar biasa, misalnya perkara pengadilan di masa yang akan datang, ia harus menunjukkan bahwa jawabannya adalah terbatas. Apabila auditor pengganti menerima suatu jawaban yang terbatas, maka ia harus mempertimbangkan pengaruhnya dalam memutuskan apakah ia menerima perikatan atau menolaknya.
Komunikasi Lain
Auditor pengganti harus meminta klien agar memberikan izin kepada auditor pendahulu untuk memperbolehkan auditor pengganti melakukan review atas kertas kerja auditor pendahulu. Auditor pendahulu dapat meminta izin dan surat pengakuan dari klien untuk mendokumentasikan izin yang diberikan oleh klien tersebut dalam usaha untuk mengurangi salah pengertian tentang lingkup komunikasi yang diizinkan.3 Biasanya dalam keadaan seperti itu auditor pendahulu menyediakan diri bagi auditor pengganti daft menyediakan kertas kerjanya untuk di review oleh
auditor pengganti. Auditor pendahulu harus menentukan kertas kerja yang mana yang disediakan untuk di-review dan mana yang dapat di-copy oleh auditor pengganti. Biasanya auditor pendahulu harus mengizinkan auditor pengganti untuk melakukan review atas kertas kerja, termasuk dokumentasi perencanaan, pengendalian intern, hasil audit, dan hal-hal signifikan di bidang akuntansi dan auditing seperti kertas kerja analisis akun neraca, dan yang berkaitan dengan kontinjensi. Auditor pendahulu juga harus mencapai kesepakatan dengan auditor pengganti tentang penggunaan kertas kerja.4 Luasnya izin akses ke kertas kerja yang diberikan oleh auditor pendahulu, jika ada, merupakan masalah pertimbangan auditor pendahulu.
Penggunaan Komunikasi Auditor Pengganti
Auditor pengganti harus memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk memberikan basis memadai guna menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang menjadi objek perikatan auditnya, termasuk penilaian konsistensi penerapan prinsip akuntansi. Bukti audit yang digunakan untuk menganalisis dampak saldo awal atas laporan keuangan tahun berjalan dan konsistensi prinsip akuntansi merupakan masalah pertimbangan profesional. Bukti audit tersebut dapat mencakup laporan keuangan auditan yang dilaporkan oleh audi-tor pendahulu dalam laporannya. Auditor pengganti dapat juga menerapkan prosedur audit yang semestinya atas saldo akun pada awal periode yang diaudit dan terhadap transaksi periode sebelumnya.
Review yang dilakukan oleh auditor pengganti terhadap kertas kerja auditor pendahulu dapat berpengaruh terhadap sifat, saat, dan luasnya prosedur auditor pengganti yang berkaitan dengan saldo awal dan konsistensi prinsip akuntansi. Namun, sifat, saat, dan luasnya pekerjaan audit yang dilaksanakan dan kesimpulan yang dicapai semata-mata merupakan tanggung jawab auditor pengganti. Dalam melaporkan audit tersebut, auditor pengganti harus tidak mengacu ke laporan atau pekerjaan auditor pendahulu sebagai basis, sebagian atau seluruhnya, bagi pendapat yang dibuat oleh auditor pengganti.
PEMBUATAN SURAT PERIKATAN (ENGAGEMENT LETTER)
Surat Perikatan Audit
Baik klien maupun auditor berkepentingan untuk mengirim surat perikatan, lebih baik sebelum dimulainya suatu perikatan, untuk menghindari salah paham berkenaan dengan perikatan tersebut. Surat perikatan dapat pula mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukan perikatan, tujuan dan lingkup audit, dan luasnya tanggung jawab auditor kepada klien dan bentuk laporan.
Isi Pokok
Bentuk dan isi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien, namun surat tersebut umumnya berisi:
a. Tujuan audit atas laporan keuangan.
b. Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan.
c. Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan, pernyataan dari badan profesional yang harus dianut oleh auditor.
d. Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk menyampaikan hasil perikatan.
e. Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain suatu audit, dan dengan keterbatasan bawaan pengendalian intern, terdapat risiko yang tidak dapat dihindari tentang kemungkinan beberapa salah saji material tidak dapat terdeteksi.
f. Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi, dan informasi lain apa pun yang diminta oleh auditor dalam hubungannya dengan audit.
g. Pembatasan atas tanggung jawab auditor.
h. Komunikasi melalui e-mail.
Auditor dapat pula memasukkan hal berikut ini dalam surat perikatan auditnya:
a. Pengaturan berkenaan dengan perencanaan auditnya.
b. Harapan untuk menerima konfirmasi tertulis dari manajemen tentang representasi yang dibuat dalam hubungannya dengan audit.
c. Permintaan kepada klien untuk menegaskan bahwa syarat-syarat perikatan telah sesuai dengan membuat tanda penerimaan surat perikatan audit.
d. Penjelasan setiap surat atau laporan yang diharapkan oleh auditor untuk diterbitkan bagi kliennya.
e. Basis perhitungan fee dan pengaturan penagihannya.
Jika relevan, butir-butir berikut ini dapat pula dimasukkan dalam surat perikatan audit:
a. Pengaturan tentang pengikutsertaan auditor lain dan/atau tenaga ahli dalam beberapa aspek audit.
b. Pengaturan tentang pengikutsertaan auditor intern dan staf klien yang lain.
c. Pengaturan, jika ada, yang harus dibuat dengan auditor pendahulu, dalam hal audit tahun pertama.
d. Pembatasan atas kewajiban auditor jika kemungkinan ini ada.
e. Suatu pengacuan ke perjanjian lebih lanjut antara auditor dengan kliennya.
3.3 PERSIAPAN PELAKSANAAN AUDIT
1. Persiapan Awal
Ruang lingkup dan tujuan audit harus dipahami dengan baik oleh auditor dan auditee. Informasi mengenai target area dikumpulkan melalui dokumentasi dan diskusi dengan auditee management
2. Perencanaan Rinci
Langkah 1 Pastikan persyaratan yang relevan untuk area sasaran telah lengkap. Langkah 2 Tentukan bagaimana hubungan persyaratan tersebut dengan aktivitas yang dijalankan oleh unit kerja yang diaudit. Langkah 3 Pastikan apa yang harus ditetapkan auditor
dan dipenuhi oleh auditee. Langkah 4 Pastikan checklist telah lengkap dan akurat. Langkah 5 Putuskan rencana tindakan.
3. Melakukan Visitasi
Audit harus dilakukan secara profesional (memiliki kompetensi sebagai auditor, memiliki karakteristik positif sebagai auditor, mampu bekerja sama dalam tim) dan daftar periksa harus diisi sesuai yang dibutuhkan.
Audit yang profesional yaitu tidak membuat kesimpulan sebelum bukti-bukti diuji, menjaga kerahasiaan, tidak menginformasikan temuan Program Studi laindan tidak mengadili.
4. Wawancara
Faktor keberhasilan kritis dapat didapat dengan wawancara orang yang tepat, persiapan dengan baik, usahakan yang diwawancarai dalam keadaan santai, sesuaikan gaya wawancara.
5. Mencatat Hasil Audit
Yang harus dicatat adalah contoh-contoh ketidaksesuaian terhadap standar, contoh-contoh ketidaksesuaian terhadap dokumen, aspek dari operasi yang cenderung mengarah kepada ketidaksesuaian, apa yang ditemukan, dimana ditemukan, mengapa dianggap sebagai ketidaksesuaian, dan siapa yang hadir atau ada pada saat ditemukan.
PENETAPAN STRATEGI MENYELURUH
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara lain:
a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat entitas tersebut.
b. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.
c. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan.
d. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.
e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.
f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment).
g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
h. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan auditor tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan ke Bapepam, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian).
Ada tiga alasan utama mengapa auditor harus merencanakan penugasannya dengan baik:
a. Untuk memperoleh bahan bukti kompeten yang mencukupi dalam situasi saat itu.
b. Untuk membantu menekan biaya audit agar dapat bersaing dengan yang lain.
c. Untuk menghindari salah pengertian dengan klien.
PEMBUATAN RENCANA AUDIT
Hal yang harus di pertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan audit adalah :
a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri dimana satuan usaha tsb beroperasi di dalamnya.
b. Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tsb.
c. Metode yang di gunakan oleh satuan usaha tsb dalam mengolah informasi akuntansi.
d. Penetapan tingkat resiko pengendalian yang di rencanakan.
e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas umtuk tujuan audit.
f. Pos laporan keuangan yang mungin memerlukan penyesuaian.
g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit.
h. Sifat laporan audit yang di harapkan akan di serahkan kepada pemberi tugas.
PEMBUATAN PROGRAM AUDIT
Tahap penilaian yang dilakukan oleh auditor dalam program audit ialah:
a. Penelaahan awal.
b. Penelaahan/pengujian ketaatan/pengendalian (test of controls) terhadap general controls, serta penelaahan/pengujian ketaatan pengendalian aplikasi (application controls) pada unit pengembang sistem (developer)
c. Penelaahan/pengujian ketaatan pengendalian aplikasi pada pemakai (user).
d. Tahap evaluasi hasil penelaahan dan pengujian ketaatan pengendalian.
e. Tahap perancangan pengujian subtantif (subtantive test).
f. Tahap pelaporan hasil audit.
3.7 PENENTUAN WAKTU PELAKSANAAN PROSEDUR AUDIT
Auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat, tetapi akibatnya memiliki efek samping yang merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam kualitas audit, antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara dangkal, menerima penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima Kelley dan Margheim dalam (Cohn 2001).
Di bawah tekanan-tekanan waktu, perhatian akan lebih terfokus pada tugas yang dominan seperti tugas pengumpulan bukti berkaitan dengan frekuensi dan jumlah salah saji dan mengorbankan perhatian yang diberikan pada tugas tambahan seperti tugas yang memberikan aspek kualitatif atas terjadinya salah saji yang menunjukkan potensial kecurangan pelaporan keuangan.
Dalam Ventura (2001:73), disebutkan bahwa penetapan batasan waktu tidak realistis pada tugas audit khusus akan berdampak kurang efektifnya pelaksanaan audit atau auditor pelaksana cenderung mempercepat pelaksanaan tes. Sebaliknya bila penetapan batasan waktu terlalu lama hal ini akan berdampak negatif pada biaya dan efektivitas pelaksanaan audit.
Jadi penetapan waktu untuk auditor dalam melaksanakan tugasnya harus tepat waktu, sehingga hal-hal seperti disebutkan pada uraian diatas dapat dihindari. Hal ini juga akan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas auditor.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hendriksen dalam (Balance 2004:43) bahwa informasi mengenai kondisi dan posisi perusahaan harus secara cepat dan tepat waktu sampai ke pemakai laporan keuangan.
Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaan yang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam membuat prediksi dan keputusan.
Menurut Ventura Vol 4 (2001:77), hasil penelitian tentang aplikasi hukum Yerdes-Dodson membuktikan bahwa keputusan optimal dicapai pada kondisi batasan waktu moderat, dibandingkan batasan waktu yang longgar dan ketat.
Teori ini mengemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak cukup, maka auditor dalam melaksanakan tugas tersebut dengan tergesa-gesa sesuai dengan kemampuannya atau mengerjakan hanya sebagian tugasnya. Sebaliknya bila batasan waktu terlalu longgar, maka fokus perhatian auditor akan berkurang pada pekerjaannya sehingga akan cenderung gagal mendeteksi bukti audit yang signifikan.
Eksperimen yang dilakukan oleh Waggoner dan Cashell dalam (Ventura Vol 4. 2001:78) menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang diberikan, semakin banyak transaksi yang dapat dites oleh auditor.
Alokasi waktu penugasan waktu audit biasanya ditentukan diawal penugasan. Auditor bisa menerima penugasan audit beberapa kali. Dalam hal ini pimpinan Kantor Akuntan Publik menetapkan alokasi waktu audit yang sama untuk penugasan pertama maupun penugasan kedua. Saat melakukan audit pertama kali, auditor dapat dikatakan mengalami batasan waktu audit, karena auditor harus mempelajari terlebih dahulu karakteristik perusahaan klien, bagaimana sistem pengendaliannya. Sedangkan saat melakukan penugasan audit untuk yang kedua, dan seterusnya, auditor tidak perlu lagi mempelajari karakteristik perusahaan klien, karena auditor telah mempelajari perusahaan klien saat dia melakukan penugasan pertama kali.
Perubahan Auditor
Auditor harus tidak menerima suatu perikatan sampai komunikasi sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 07 s.d. 10 dievaluasi. Namun, auditor dapat membuat proposal untuk perikatan audit sebelum melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu. Auditor dapat memberitahu calon kliennya (sebagai contoh, dalam proposal) bahwa penerimaan perikatan belum bersifat final sampai komunikasi dengan auditor pendahulu dievaluasi.
Komunikasi lain antara auditor pengganti dengan auditor pendahulu, yang dijelaskan dalam paragraf 11, adalah dianjurkan untuk membantu auditor pengganti dalam merencanakan perikatan. Namun, waktu komunikasi lain ini lebih fleksibel. Auditor pengganti dapat berinisiatif melakukan komunikasi lain ini, sebelum menerima perikatan. atau sesudahnya.
Bila terdapat lebih dari satu auditor yang mempertimbangkan untuk menerima suatu perikatan, auditor pendahulu harus tidak diharapkan menanggapi permintaan keterangan sampai dengan auditor pengganti telah dipilih oleh calon klien dan telah menerima perikatan yang memerukan evaluasi komunikasi dengan auditor pendahulu sebagaimana diatur dalam paragraf 07 s.d 10 Seksi ini.
Inisiatif untuk mengadakan komunikasi terletak di tangan auditor pengganti. Komunikasi dapat tertulis atau lisan. Baik auditor pendahulu maupun auditor pengganti harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh satu sama lain. Kewajiban ini tetap berlaku tanpa memperhatikan apakah auditor pengganti akan menerima perikatan atau tidak.
Komunikasi Sebelum Auditor Pengganti Menerima Perikatan
Permintaan keterangan kepada auditor pendahulu merupakan suatu prosedur yang perlu dilaksanakan, karena mungkin auditor pendahulu dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada auditor pengganti dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan perikatan. Auditor pengganti harus selalu memperhatikan antara lain, bahwa auditor pendahulu dan klien mungkin berbeda pendapat tentang penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau hal-hal signifikan yang serupa.
Auditor pengganti harus meminta izin dari calon klien untuk meminta keterangan dari auditor pendahulu sebelum penerimaan final perikatan tersebut. Kecuali sebagaimana yang diperkenankan oleh Kode Etik Akuntan Indonesia, seorang auditor dilarang untuk mengungkapkan informasi rahasia yang diperolehnya dalam menjalankan audit tanpa secara khusus memperoleh persetujuan dari klien. Oleh karena itu, auditor pengganti harus meminta persetujuan calon klien agar mengizinkan auditor pendahulu untuk memberikan jawaban penuh atas permintaan keterangan dari auditor pengganti. Apabila calon klien menolak memberikan izin kepada auditor pendahulu untuk memberikan jawaban atau membatasi jawaban yang boleh diberikan, maka auditor pengganti harus menyelidiki alasan-alasan dan mempertimbangkan pengaruh penolakan atau pembatasan tersebut dalam memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan dari calon klien tersebut.
Auditor pengganti harus meminta keterangan yang spesifik dan masuk akal kepada auditor pendahulu mengenai masalah-masalah yang menurut keyakinan auditor pengganti akan membantu dalam memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan. Hal-hal yang dimintakan keterangan harus mencakup:
a. Informasi yang kemungkinan berkaitan dengan integritas manajemen.
b. Ketidaksepakatan dengan manajemen mengenai penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau soal-soal signifikan yang serupa.
c. Komunikasi dengan komite audit' atau pihak lain dengan kewenangan dan tanggung jawab setara tentang kecurangan, unsur pelanggaran hukum oleh klien, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengendalian intern ²
d. Pemahaman auditor pendahulu tentang alasan penggantian auditor.
Auditor pengganti dapat mempertimbangkan permintaan keterangan layak yang lain.
Auditor pendahulu harus memberikan jawaban dengan segera dan lengkap atas pertanyaan yang masuk akal dari auditor pengganti, atas dasar fakta-fakta yang diketahuinya. Namun, jika ia harus memutuskan untuk tidak memberikan jawaban yang lengkap, karena keadaan yang luar biasa, misalnya perkara pengadilan di masa yang akan datang, ia harus menunjukkan bahwa jawabannya adalah terbatas. Apabila auditor pengganti menerima suatu jawaban yang terbatas, maka ia harus mempertimbangkan pengaruhnya dalam memutuskan apakah ia menerima perikatan atau menolaknya.
Komunikasi Lain
Auditor pengganti harus meminta klien agar memberikan izin kepada auditor pendahulu untuk memperbolehkan auditor pengganti melakukan review atas kertas kerja auditor pendahulu. Auditor pendahulu dapat meminta izin dan surat pengakuan dari klien untuk mendokumentasikan izin yang diberikan oleh klien tersebut dalam usaha untuk mengurangi salah pengertian tentang lingkup komunikasi yang diizinkan.3 Biasanya dalam keadaan seperti itu auditor pendahulu menyediakan diri bagi auditor pengganti daft menyediakan kertas kerjanya untuk di review oleh
auditor pengganti. Auditor pendahulu harus menentukan kertas kerja yang mana yang disediakan untuk di-review dan mana yang dapat di-copy oleh auditor pengganti. Biasanya auditor pendahulu harus mengizinkan auditor pengganti untuk melakukan review atas kertas kerja, termasuk dokumentasi perencanaan, pengendalian intern, hasil audit, dan hal-hal signifikan di bidang akuntansi dan auditing seperti kertas kerja analisis akun neraca, dan yang berkaitan dengan kontinjensi. Auditor pendahulu juga harus mencapai kesepakatan dengan auditor pengganti tentang penggunaan kertas kerja.4 Luasnya izin akses ke kertas kerja yang diberikan oleh auditor pendahulu, jika ada, merupakan masalah pertimbangan auditor pendahulu.
Penggunaan Komunikasi Auditor Pengganti
Auditor pengganti harus memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk memberikan basis memadai guna menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang menjadi objek perikatan auditnya, termasuk penilaian konsistensi penerapan prinsip akuntansi. Bukti audit yang digunakan untuk menganalisis dampak saldo awal atas laporan keuangan tahun berjalan dan konsistensi prinsip akuntansi merupakan masalah pertimbangan profesional. Bukti audit tersebut dapat mencakup laporan keuangan auditan yang dilaporkan oleh audi-tor pendahulu dalam laporannya. Auditor pengganti dapat juga menerapkan prosedur audit yang semestinya atas saldo akun pada awal periode yang diaudit dan terhadap transaksi periode sebelumnya.
Review yang dilakukan oleh auditor pengganti terhadap kertas kerja auditor pendahulu dapat berpengaruh terhadap sifat, saat, dan luasnya prosedur auditor pengganti yang berkaitan dengan saldo awal dan konsistensi prinsip akuntansi. Namun, sifat, saat, dan luasnya pekerjaan audit yang dilaksanakan dan kesimpulan yang dicapai semata-mata merupakan tanggung jawab auditor pengganti. Dalam melaporkan audit tersebut, auditor pengganti harus tidak mengacu ke laporan atau pekerjaan auditor pendahulu sebagai basis, sebagian atau seluruhnya, bagi pendapat yang dibuat oleh auditor pengganti.
PEMBUATAN SURAT PERIKATAN (ENGAGEMENT LETTER)
Surat Perikatan Audit
Baik klien maupun auditor berkepentingan untuk mengirim surat perikatan, lebih baik sebelum dimulainya suatu perikatan, untuk menghindari salah paham berkenaan dengan perikatan tersebut. Surat perikatan dapat pula mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukan perikatan, tujuan dan lingkup audit, dan luasnya tanggung jawab auditor kepada klien dan bentuk laporan.
Isi Pokok
Bentuk dan isi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien, namun surat tersebut umumnya berisi:
a. Tujuan audit atas laporan keuangan.
b. Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan.
c. Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan, pernyataan dari badan profesional yang harus dianut oleh auditor.
d. Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk menyampaikan hasil perikatan.
e. Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain suatu audit, dan dengan keterbatasan bawaan pengendalian intern, terdapat risiko yang tidak dapat dihindari tentang kemungkinan beberapa salah saji material tidak dapat terdeteksi.
f. Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi, dan informasi lain apa pun yang diminta oleh auditor dalam hubungannya dengan audit.
g. Pembatasan atas tanggung jawab auditor.
h. Komunikasi melalui e-mail.
Auditor dapat pula memasukkan hal berikut ini dalam surat perikatan auditnya:
a. Pengaturan berkenaan dengan perencanaan auditnya.
b. Harapan untuk menerima konfirmasi tertulis dari manajemen tentang representasi yang dibuat dalam hubungannya dengan audit.
c. Permintaan kepada klien untuk menegaskan bahwa syarat-syarat perikatan telah sesuai dengan membuat tanda penerimaan surat perikatan audit.
d. Penjelasan setiap surat atau laporan yang diharapkan oleh auditor untuk diterbitkan bagi kliennya.
e. Basis perhitungan fee dan pengaturan penagihannya.
Jika relevan, butir-butir berikut ini dapat pula dimasukkan dalam surat perikatan audit:
a. Pengaturan tentang pengikutsertaan auditor lain dan/atau tenaga ahli dalam beberapa aspek audit.
b. Pengaturan tentang pengikutsertaan auditor intern dan staf klien yang lain.
c. Pengaturan, jika ada, yang harus dibuat dengan auditor pendahulu, dalam hal audit tahun pertama.
d. Pembatasan atas kewajiban auditor jika kemungkinan ini ada.
e. Suatu pengacuan ke perjanjian lebih lanjut antara auditor dengan kliennya.
3.3 PERSIAPAN PELAKSANAAN AUDIT
1. Persiapan Awal
Ruang lingkup dan tujuan audit harus dipahami dengan baik oleh auditor dan auditee. Informasi mengenai target area dikumpulkan melalui dokumentasi dan diskusi dengan auditee management
2. Perencanaan Rinci
Langkah 1 Pastikan persyaratan yang relevan untuk area sasaran telah lengkap. Langkah 2 Tentukan bagaimana hubungan persyaratan tersebut dengan aktivitas yang dijalankan oleh unit kerja yang diaudit. Langkah 3 Pastikan apa yang harus ditetapkan auditor
dan dipenuhi oleh auditee. Langkah 4 Pastikan checklist telah lengkap dan akurat. Langkah 5 Putuskan rencana tindakan.
3. Melakukan Visitasi
Audit harus dilakukan secara profesional (memiliki kompetensi sebagai auditor, memiliki karakteristik positif sebagai auditor, mampu bekerja sama dalam tim) dan daftar periksa harus diisi sesuai yang dibutuhkan.
Audit yang profesional yaitu tidak membuat kesimpulan sebelum bukti-bukti diuji, menjaga kerahasiaan, tidak menginformasikan temuan Program Studi laindan tidak mengadili.
4. Wawancara
Faktor keberhasilan kritis dapat didapat dengan wawancara orang yang tepat, persiapan dengan baik, usahakan yang diwawancarai dalam keadaan santai, sesuaikan gaya wawancara.
5. Mencatat Hasil Audit
Yang harus dicatat adalah contoh-contoh ketidaksesuaian terhadap standar, contoh-contoh ketidaksesuaian terhadap dokumen, aspek dari operasi yang cenderung mengarah kepada ketidaksesuaian, apa yang ditemukan, dimana ditemukan, mengapa dianggap sebagai ketidaksesuaian, dan siapa yang hadir atau ada pada saat ditemukan.
PENETAPAN STRATEGI MENYELURUH
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara lain:
a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat entitas tersebut.
b. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.
c. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan.
d. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.
e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.
f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment).
g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
h. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan auditor tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan ke Bapepam, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian).
Ada tiga alasan utama mengapa auditor harus merencanakan penugasannya dengan baik:
a. Untuk memperoleh bahan bukti kompeten yang mencukupi dalam situasi saat itu.
b. Untuk membantu menekan biaya audit agar dapat bersaing dengan yang lain.
c. Untuk menghindari salah pengertian dengan klien.
PEMBUATAN RENCANA AUDIT
Hal yang harus di pertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan audit adalah :
a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri dimana satuan usaha tsb beroperasi di dalamnya.
b. Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tsb.
c. Metode yang di gunakan oleh satuan usaha tsb dalam mengolah informasi akuntansi.
d. Penetapan tingkat resiko pengendalian yang di rencanakan.
e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas umtuk tujuan audit.
f. Pos laporan keuangan yang mungin memerlukan penyesuaian.
g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit.
h. Sifat laporan audit yang di harapkan akan di serahkan kepada pemberi tugas.
PEMBUATAN PROGRAM AUDIT
Tahap penilaian yang dilakukan oleh auditor dalam program audit ialah:
a. Penelaahan awal.
b. Penelaahan/pengujian ketaatan/pengendalian (test of controls) terhadap general controls, serta penelaahan/pengujian ketaatan pengendalian aplikasi (application controls) pada unit pengembang sistem (developer)
c. Penelaahan/pengujian ketaatan pengendalian aplikasi pada pemakai (user).
d. Tahap evaluasi hasil penelaahan dan pengujian ketaatan pengendalian.
e. Tahap perancangan pengujian subtantif (subtantive test).
f. Tahap pelaporan hasil audit.
3.7 PENENTUAN WAKTU PELAKSANAAN PROSEDUR AUDIT
Auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat, tetapi akibatnya memiliki efek samping yang merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam kualitas audit, antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara dangkal, menerima penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima Kelley dan Margheim dalam (Cohn 2001).
Di bawah tekanan-tekanan waktu, perhatian akan lebih terfokus pada tugas yang dominan seperti tugas pengumpulan bukti berkaitan dengan frekuensi dan jumlah salah saji dan mengorbankan perhatian yang diberikan pada tugas tambahan seperti tugas yang memberikan aspek kualitatif atas terjadinya salah saji yang menunjukkan potensial kecurangan pelaporan keuangan.
Dalam Ventura (2001:73), disebutkan bahwa penetapan batasan waktu tidak realistis pada tugas audit khusus akan berdampak kurang efektifnya pelaksanaan audit atau auditor pelaksana cenderung mempercepat pelaksanaan tes. Sebaliknya bila penetapan batasan waktu terlalu lama hal ini akan berdampak negatif pada biaya dan efektivitas pelaksanaan audit.
Jadi penetapan waktu untuk auditor dalam melaksanakan tugasnya harus tepat waktu, sehingga hal-hal seperti disebutkan pada uraian diatas dapat dihindari. Hal ini juga akan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas auditor.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hendriksen dalam (Balance 2004:43) bahwa informasi mengenai kondisi dan posisi perusahaan harus secara cepat dan tepat waktu sampai ke pemakai laporan keuangan.
Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaan yang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam membuat prediksi dan keputusan.
Menurut Ventura Vol 4 (2001:77), hasil penelitian tentang aplikasi hukum Yerdes-Dodson membuktikan bahwa keputusan optimal dicapai pada kondisi batasan waktu moderat, dibandingkan batasan waktu yang longgar dan ketat.
Teori ini mengemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak cukup, maka auditor dalam melaksanakan tugas tersebut dengan tergesa-gesa sesuai dengan kemampuannya atau mengerjakan hanya sebagian tugasnya. Sebaliknya bila batasan waktu terlalu longgar, maka fokus perhatian auditor akan berkurang pada pekerjaannya sehingga akan cenderung gagal mendeteksi bukti audit yang signifikan.
Eksperimen yang dilakukan oleh Waggoner dan Cashell dalam (Ventura Vol 4. 2001:78) menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang diberikan, semakin banyak transaksi yang dapat dites oleh auditor.
Alokasi waktu penugasan waktu audit biasanya ditentukan diawal penugasan. Auditor bisa menerima penugasan audit beberapa kali. Dalam hal ini pimpinan Kantor Akuntan Publik menetapkan alokasi waktu audit yang sama untuk penugasan pertama maupun penugasan kedua. Saat melakukan audit pertama kali, auditor dapat dikatakan mengalami batasan waktu audit, karena auditor harus mempelajari terlebih dahulu karakteristik perusahaan klien, bagaimana sistem pengendaliannya. Sedangkan saat melakukan penugasan audit untuk yang kedua, dan seterusnya, auditor tidak perlu lagi mempelajari karakteristik perusahaan klien, karena auditor telah mempelajari perusahaan klien saat dia melakukan penugasan pertama kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar