Atestasi adalah komunikasi tertulis yang mencerminkan suatu
kesimpulan tentang keandalan dari suatu asersi yang menjadi tanggungjawab pihak
lain. Jasa Atestasi merupakan jasa yang mengeluarkan komunikasi tertulis yang
menyatakan suatu kesimpulan tentang
keandalan asersi tertulis yang menjadi tanggungjawab manajemen.
Assurance adalah jasa profesional yang diberikan oleh pihak independen yang dapat
memperbaiki kualitas informasi, atau suatu makna untuk pengambilan suatu
keputusan.
Auditing adalah suatu proses sistematik tentang pengumpulan dan evaluasi bukti
yang objektif dari suatu asertasi tentang kegiatan ekonomi dengan tujuan
pelaporan perbedaan antara asertasi dengan kriteria yang telah ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.
1.2 PROSES AUDIT
Proses audit terdiri
dari:
1. Perencanaan dan perancangan
pendekatan Audit
2. Pengujian atas pengendalian
dan pengujian subtantif atas transaksi
3. Pelaksanaan prosedur analisis
dan pengujian terinci atas saldo
4. Penyelesaian audit dan
penerbitan laporan audit
1.3 STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang
merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut
Akuntan Publik Indonesia
(DSPAP IAPI). Tipe Standar Profesional ada lima, yaitu:
- Standar Auditing, adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis.
- Standar Atestasi. Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi (1) pemeriksaan (examination), (2) review, dan (3) prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures)
- Standar Jasa Akuntansi dan Review, memberikan rerangka untuk fungsi non-atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review
- Standar Jasa Konsultansi, merupakan panduan bagi praktisi (akuntan publik) yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi.
- Standar Pengendalian Mutu, memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI.
1.4 INTERNATIONAL
STANDARDS ON AUDITING
International Auditing
and Assurance Standards Board (IAASB) merupakan badan yang dibentuk oleh
International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan pembuat standar
auditing dan assurance. Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga
kategori, yaitu:
- Standar audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari dua standar yaitu : International Standard on Auditings (ISAs), dan International Standard on Review Engagement (ISREs).
- Standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan keuangan historis. Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan International Standard Assurance Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih praktisnya, IAASB telah menerbitkan International Assurance Engagement Practice Statements (IAEPS).
- Standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan International Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada penugasan kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain.
1.5
ASERSI LAPORAN KEUANGAN
Asersi merupakan pernyataan yang dibuat oleh satu
pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga).
Laporan keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang
menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya
ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu, atau
perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama satu periode tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Asersi-asersi laporan keuangan di
bagi menjadi lima yaitu:
1. Asersi
Keberadaan atau Keterjadian
Asersi
tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang
satuan usaha ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah
terjadi selama periode tertentu.
2. Asersi
Kelengkapan
Asersi
tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi atau semua
rekening yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di
dalamnya.
3. Asersi
Hak dan Kewajiban
Asersi
tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak
perusahaan dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
4. Asersi
Penilaian dan Pengalokasian
Asersi
tentang penilaian dan pengalokasian berhubungan dengan apakah komponen-komponen
aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan
keuangan pada jumlah yang semestinya.
5. Asersi
Penyajian dan Pengungkapan
Asersi
tentang penilaian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-komponen
tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan
semestinya.
1.2 RISIKO AUDIT
Risiko audit adalah risiko yang timbul karena
auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya,
atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin besar
keinginan auditor untuk menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko
audit yang akan bisa diterima. Auditor memberikan pendapat atas laporan
keuangan secara keseluruhan atas dasar bukti yang ia peroleh melalui
pemeriksaan atas asersi-asersi yang berhubungan dengan setiap saldo rekening
atau kelompok transaksi. Risiko audit memiliki tiga komponen, yaitu:
1. Risiko
Bawaan (Inherent Risk)
Risiko
bawaan adalah kerentanan suatu saldo rekening atau golongan transaksi terhadap
suatu salah saji yang material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan
dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait.
2. Risiko
Pengendalian (Control Risk)
Risiko
pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi
dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
struktur pengendalian intern satuan usaha. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas
desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang
relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko
pengendalian akan selalu ada
karena
keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
3. Risiko
Deteksi (Detection Risk)
Risiko
deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi. Berbeda dengan risiko bawaan dan risiko
pengendalian, tingkat risiko deteksi sesungguhnya bisa diubah oleh auditor dengan
memodifikasi sifat, saat, dan luas
pengujian substantif yang dilakukan untuk setiap asersi.
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan
risiko deteksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari
dilakukan atau tidaknya adit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi
berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu
sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan
dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian
yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima.
Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini
auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Komponen risiko
audit ini dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk persentase
atau secara nonkuantitatif yang berkisar, misalnya, dari minimum sampai dengan
maksimum.
1.3 MATERIALITAS
Financial
Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas
sebagai besarnya suatu penghilangan atau
salah saji informasi akuntansi yang
dipandang dari keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan
yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau
dipengaruhi oleh penghilangan atau salah saji tersebut.
Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus
mempertimbangkan materialitas pada dua tingkatan, yaitu:
1. Materialitas
pada Tingkat Laporan Keuangan
Materialitas
laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum dalam suatu
laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi
tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Auditor harus mempertimbangkan tingkat laporan keuangan karena pendapat
auditor mengenai kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
2. Materialitas
pada Tingkat Saldo Rekening
Materialitas
saldo rekening adalah minimum salah saji yang bisa ada pada suatu saldo
rekening yang dipandang sebagai salah saji material. Auditor harus
mempertimbangkan tingkat saldo rekening karena auditor melakukan verifikasi
atas saldo-saldo rekening untuk dapat memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai
kewajaran laporan keuangan.
1.4 KESALAHAN DAN FRAUD
Kecurangan (fraud) berbeda dengan kesalahan (error).
Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam pengelolaan transaksi
terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan
debit kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan dimana dilakukan
secara tidak sengaja. Apabila kesalahan dilakukan dengan sengaja, maka
kesalahan tersebut merupakan kecurangan (fraud). Kecurangan adalah salah saji
atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan
keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan
keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:
1. Manipulasi,
pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang
menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan
2. Representasi
yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi,
atau informasi signifikan
3. Salah
penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah,
klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
1.5 TINDAKAN MELAWAN HUKUM
Tindakan pelanggaran hukum berarti pelanggaran
terhadap hukum atau peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Unsur
tindakan melanggar hukum oleh klien adalah unsur tindakan pelanggaran yang
dapat dihubungkan dengan entitas yang laporan keuangannya diaudit, atau
tindakan manajemen atau karyawan yang bertindak atas nama entitas. Pengertian unsur
tindakan pelanggaran hukum oleh klien tidak termasuk pelanggaran perorangan
yang dilakukan oleh manajemen dan karyawan entitas yang tidak berkaitan dengan
kegiatan bisnis entitas.
Tindakan melanggar hukum yang dikaitan dengan
laporan keuangan sangat bervariasi. Pada umumnya semakin jauh unsur pelanggaran
hukum terpisah dari kejadian dan transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan,
semakin kecil kemungkinan auditor menyadari atau mengenali adanya unsur
tindakan pelanggaran hukum tersebut. Auditor biasanya mempertimbangkan hukum
dan peraturan yang dipahaminya sebagai hal yang memiliki pengaruh langsung dan
material dalam penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan. Tanggung
jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan salah saji sebagai akibat adanya
unsur tindakan pelanggaran hukum yang berdampak langsung dan material terhadap
penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan adalah sama
dengan tanggung jawab auditor untuk mendeteksi adanya salah saji yang
disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Jika auditor mengetahui akan adanya kemungkinan
unsur tindakan pelanggaran hukum, maka ia harus berusaha memperoleh informasi
tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran, dan informasi lain
yang cukup mengevaluasi dampak unsur pelanggaran terhadap laporan keuangan.
Jika dimungkinkan, auditor harus memperoleh keterangan dari tingkat manajemen
yang lebih tinggi daripada tingkat manajemen pelaku unsur tindakan pelanggaran
hukum. Jika manajemen tidak berhasil memberikan informasi dan keterangan yang
memuaskan tentang terjadi atau tidaknya unsur tindakan pelanggaran hukum, maka
auditor harus:
- Melakukan konsultasi dengan penasihat hukum klien atau ahli lain tentang penerapan hukum dan peraturan relevan dengan kondisi yang dihadapi sekaligus mengantisipasi dampaknya terhadap laporan keuangan. Pertemuan konsultasi dengan penasihat hukum klien harus dengan sepengetahuan dan persetujuan klien.
- Menerapkan prosedur tambahan, jika diperlakukan, untuk memperoleh pemahaman lebih baik tentang sifat pelanggaran.
Jika auditor berhasil menyimpulkan, yang didasarkan
atas informasi yang diperolehnya dan dari konsultasi dengan penasihat hukum,
bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum mungkin telah terjadi, maka auditor
harus mempertimbangkan dampak pelanggaran tersebut terhadap laporan keuangan
demikian juga implikasinya terhadap aspek-aspek audit yang lain.
Sumber: Berbagai Sumber
Sumber: Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar